News

NICHOLAS MAXIMILIAAN MAMAHIT (NICK MAMAHIT)

Nick Mamahit

Nick Mamahit, lahir di Jakarta 30 Maret 1923 dari pasangan Lodwidjk Maurits yang indo-belanda dan ibunya Louisa Johanan van Opdurp, wanita berdarah Manado yang masih memiliki garis keturunan Belgia-Belanda.

Bakat musiknya turun dari sang ayah yang pandai memainkan flute. Tetapi dari semua saudaranya ternyata hanya Nick Mamahit saja yang terjun serius ke dunia musik. Keseriusan itulah yang ditunjukkannya pada saat sang ayah memintanya memainkan piano dihadapan Vootbal Verniging Minahasa(VVM) – sebuah perkumpulan sepakbola – dimana kala itu sang ayah bertugas menjadi bendahara. Ia pernah mencoba sekolah teknik perlistrikan, namun sepertinya ia memang lebih tertarik memainkan piano, sehingga gurunya menyarakan agar ia memilih sekolah musik saja.

Nick Mamahit berangkat ke Amsterdam dan lantas mengecap pendidikan formal di Amsterdam Music Conservatory mulai tahun 1944 dan berhasil mendapatkan Staatssexamens voor Muziek, Ijasah Negara bidang Musik.

Sekembalinya dari negeri tulip tersebut, ia mendirikan sebuah trio jazz yang bernama The Progresive pada tahun 1950-an yang terdiri dari Dick Abel(gitar) Van Der Capellen(bass) dan Nick Mamahit pada piano. Nama Progresive sendiri diambil dari aliran jazz yang sedang hangat dan kerap dimainkan banyak musisi pada saat itu. Mereka sempat rekaman lewat label Irama, namun sayang rekaman ini kurang mendapat tanggapan pasar. Trio ini bubar. Nick lantas mengajak Jim Espehana dan Bart Risakotta membentuk sebuah trio bernama “Irama Spesial”. Rekaman yang mereka buat lebih bersahaja dan ternyata laris di pasar.

Perjalanan musik Nick Mamahit lebih panjang dari sejarah kemerdekaan Indonesia. Tercatat sebelum tahun 1945, Hotel Der Nederlandden (sekarang Bina Graha) dan Hotel Des Indes (sekarang Duta Merlin) adalah dua dari sekian tempat berkualitas dimana musiknya biasa berkumandang.

Pada 1956 Nick Mamahit membuat rekaman (long-plays) “Sarinande'” yang memuat lagu-lagu seperti Ajo Mama, Sarinande, Inang Sarge – Leleng Ma Hupaima, Gunung Salahutu, Rayuan Pulai Kelapa, Tari Pajung- Kaparinjo, O, Ina Ni Keke hingga Dibawah Sinar Bulan Purnama.

Ia lantas merekam lagi sebuah album (long-plays) “Rindu” pada tahun 1961 yang berisikan lagu-lagu Potong Bebek – Nona Manis – Sipatokaan, Gambang Suling, Rindu, Dengkleung, Do’a dan Resumu dan Tidurlah Intan.

Sebagai seniman Indonesia yang pertama masuk dapur rekaman, tentu Nick punya segudang pengalaman. Ia berkolaborasi dengan alm. Bing Slamet, alm. Sam Saimun, alm Heriyati yang menghasilkan berbagai singles yang sangat populer dimasanya.

Pada tahun 1973 ia berhasil memenangkan Penghargaan pada Festival Musik Pertama Indonesia yang diselenggarakan Yamaha Jepang. Ia bahkan dikirim mewakili Indonesia pada Festival Musik di Jepang. Disana lagu ciptaannya Love Eternally mendapatkan penghargaan. Sayang, penghargaan dari dalam negeri sendiri (terutama pemerintah Indonesia) nampaknya sangat kurang jika tak ingin mengatakan tidak ada sama sekali.

Nick Mamahit sempat bermain reguler di Hotel Mandarin selama kurang lebih 15 tahun. Pria yang juga sempat membentuk Metropolitan Orchestra bersama Jos Cleber ini,

Dalam kesendiriannya setelah ditinggal istri tercinta Louise Henriette Van Beugent – meninggal dunia 1988 – Nick Mamahit yang terkena stroke beberapa tahun lalu tetap rajin berlatih setiap hari walaupun harus menggunakan sarung tangan.

Penampilannya beberapa waktu lalu di Klub Bimasena – Hotel Dharmawangsa, Nick Mamahit masih menyajikan penampilan terbaiknya.

Meminjam istilah Ninok Leksono ketika menyebut pianis ini “memotret Indonesia dengan piano” lantaran album-albumnya semacam “Rindu Lukisan”, “Sarinande” dan “Passing on The Torch” telah membuktikan bahwa ide, kemampuan dan keahliaannya yang layak diacungi jempol dengan sebagaian besar materinya dari dalam negeri.

Satu hal yang layak dipetik dari event ini terutama berkaitan dengan Om Nick adalah konsistensi dan semangat beliau untuk tetap tampil dengan kualitas yang tinggi sekalipun ada hambatan usia dan kesehatan yang tidak memadai lagi.

Seperti telah diketahui bersama, pianis jazz legendaris, Nick Mamahit (81), meninggal dunia hari Rabu (3/3/2004) pukul 19.30 di Rumah Sakit Prikasih, Pondok Labu, Jakarta Selatan, karena stroke.

Baca: DUNIA JAZZ INDONESIA BERDUKA: MAESTRO PIANIS NICK MAMAHIT TUTUP USIA

Agus Setiawan Basuni

Pernah meliput Montreux Jazz Festival, North Sea Jazz Festival, Vancouver Jazz Festival, Chicago Blues Festival, Mosaic Music Festival Singapura, Hua Hin Jazz Festival Thailand, dan banyak festival lain diberbagai belahan dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker