News

Bakat Jazz Baru dari Surabaya

Kemampuan beberapa anak muda belia dalam menciptakan komposisi jazz ini pantas mendapat perhatian khusus. Rata-rata mereka berusia 18-21 tahun. Elio Adriano Wijaya (18), menciptakan karya dengan judul “Keith Jarrett at the Deer Head Inn,” di mana idenya adalah mencocokkan setiap huruf pada judul dengan susunan dalam tangga nada. Maka jadilah nada-nada yang tidak direncanakan sebelumnya, menjadi melodi dan harmoni yang menarik. Rumit konsepnya, namun tetap enak bunyinya. Ini cukup sulit bagi Elio (piano) yang tergolong pemula dalam dunia jazz.

Yang lain adalah: Wilman Sucahyo (gitar), Kevin Pieter (kontrabas) dan Kelvin Andreas (drum). Masing-masing kejatah bikin satu karya. Mereka ini baru saja tampil pada gelaran Jazz Muda Surabaya Genit dalam agenda Pertemuan Musik Surabaya (PMS), Senin (7/4) di Wisma Musik Melodia, Surabaya. PMS adalah sebuah agenda rutin yang digagas sejak 1957 oleh komponis senior Slamet Abdul Sjukur.

Foto oleh Erie Setiawan
Foto oleh Erie Setiawan

Dihadiri sekitar 60 audiens, acara ini berlangsung menarik, tidak sekadar hiburan. Setiap audiens yang terdaftar diberi fotokopi yang berisi materi dan analisa yang ditulis oleh Slamet. Setiap lagu dibawakan dengan diselingi sedikit ulasan serta analisa yang sangat membantu publik untuk memahami “sesuatu” di balik karya musik–entah latar belakang komponisnya, konsep karyanya maupun struktur dalam musik itu sendiri. Upaya semacam ini membantu masyarakat untuk mengapresiasi musik dengan sungguh-sungguh, menyadarkan mereka akan pentingnya nilai-nilai di sebaliknya.

Total karya yang dimainkan malam itu ada tujuh; empat komposisi karya mereka, dan tiga adalah lagu jazz standar. “Buru” (Wilman Sucahyo), “Stella by Starlight” (Victor Young), “Linda” (Kevin Pieter), “Billie’s Bounce” (Charlie Parker), “Keith Jarrett at the Deer Head Inn” (Elio Adriano Wijaya), “So What?” (Miles Davis) dan “Reminisce” (Kelvin Andreas).

Foto oleh Erie Setiawan
Foto oleh Erie Setiawan

Karya lain selain karya Elio cukup menarik meskipun standar. Keunggulannya adalah struktur dan tema yang jelas serta mudah diingat. “Mereka ini harus kita akui punya bakat yang besar, sebetulnya soal kualitas komposisi nanti dulu, yang penting konsisten, mereka masih butuh waktu panjang untuk mengembangkannya di kemudian hari,” ujar Slamet. (Erie Setiawan/WartaJazz)

Thomas Y. Anggoro

Lulusan ISI Yogyakarta. Telah meliput festival di berbagai tempat di Indonesia dan Malaysia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker