Untuk kali kedua, The Jimbaran Bay Jazz Festival atau lebih praktis disebut The Jimba Jazz digelar di venue yang sama dengan edisi terdahulu. Acara berlangsung Minggu, (7/7) di Spa Garden, InterContinental Bali Resort, Jimbaran. Jika pada perdana tahun lalu dimeriahkan oleh musisi-musisi jazz lokal, di seri keduanya ini Jimba Jazz menjadi festival berkelas internasional yang hadirkan sejumlah pemain seperti David Benoit (Amerika Serikat), Chika Asamoto (Jepang) dan Helga Sedli (Hungaria) bersama grup Helga Fusion.
Turut meramaikan festival tersebut ialah sejumlah pemusik jazz tuan rumah maupun dari luar Bali, sebut saja Rio Sidik dengan Saharadja, Tropical Transit, Afronesia, KSP, The Groove, Syaharani dan Rudi Emerald (R2), Monita Tahalea, Tompi beserta Tjut Nyak Deviana Daudsjah (Doctor + Professor) di antaranya.
Selain para penampil, atmosfer internasional pula terasa dari audiens yang hadir baik dari tamu hotel yang sebagian besar adalah wisatawan mancanegara ataupun mereka yang memang sedang menikmati liburan di Pulau Dewata. Sejak sore hari, tampak para penonton telah memadati venue guna menyaksikan penampilan musisi favorit masing-masing.
Namun satu hal yang cukup membuat patah arang adalah batalnya salah satu supergrup kebanggaan tanah air, Krakatau, untuk menyuguhkan sajian terbaru mereka. Terlebih, Krakatau sedianya tampil dalam formasi “Kembali Satu” dengan Dwiki Dharmawan, Indra Lesmana, Gilang Ramadhan, Pra Budhi Dharma, Donny Suhendra dan tentunya Trie Utami. Bahkan, terdapat beberapa penonton yang sengaja datang ke Bali hanya untuk Krakatau.
Walaupun demikian pertunjukan tetap berjalan dan sebagai pembuka ialah BSE Project oleh Boyke P. Utomo (saksofon), Indra Gupta (kontrabas) dan Sandy Winarta (drum). Line-up yang ingatkan kepada piano-less trio garapan Sonny Rollins di masa silam. Ketiganya beraksi energik bawakan sejumlah nomor seperti “Straight No Chaser” dan “Scrapple From the Apple.”
Semilir sore itu ketika angin laut beralih angin darat, menjadi latar alami bagi nyanyian merdu Monita Tahalea yang memang dikenal atas tembang-tembang bertempo laid-back. Teriring The Nightingales, Monita lantunkan sederet nomor dari album Dream, Hope & Faith antara lain “Kisah Yang Indah,” “I Love You,” “Ingatlah” dan “Over the Rainbow” yang membuat penonton ikut bersenandung.
Beranjak dari alunan teduh Monita, tibalah saat untuk tampilnya grup yang berbasis di Bali, tetapi personilnya berasal dari berbagai belahan dunia yang dinamakan Afronesia. Selaku front man ialah Vieux Aliou Cissokho dari Senegal dengan vokal juga petikan kora miliknya, berpadu dalam beat Afro yang menghentak di samping resitasi modus otentik barat Afrika sarat improvisasi. Alhasil, audiens pun tak kuasa menahan hasrat bergoyang!
Menuju suguhan berikutnya yang memicu saraf gerak adalah R2, yang tak lain akronim dari Rani (Syaharani) dan Rudi (basis grup Emerad BEX) lewat awalan soulful “I Will Survive.” Makin menjadi oleh sugesti irama disko saat mereka bawakan hit “Ternyata Oh Ternyata” dalam nuansa retro.
Saat malam datang, kini giliran fiddler Hungaria Helga Sedli beraksi. Anggun berbalut busana berwarna marun, Helga bersama grup Helga Fusion sajikan bunyi lintas etnik. Mulai dari tarian Balkan sampai world fusion dengan tepuk kendang Sunda yang sangat menarik. Kemudian berlanjut The Groove Reunion yang hadirkan nostalgia awal 2000-an lewat tembang “Dahulu,” “Hanya Karena Cinta” juga “Satu Mimpiku.” Penampil berikutnya ialah Tompi dan Tjut Nyak Deviana Daudsjdah dalam kongsi Doctor + Professor mainkan aransemen “Bujangan” “Dari Sabang Sampai Merauke” berirama ragam, entah itu bebop, bossa, calypso hingga frase piano sonata Mozartian—sambung-menyambung menjadi satu.
Selepas hembusan saksofon sopran Chika Asamoto dan musisi tuan rumah Tropical Transit yang dimeriahkan tarian tradisional Bali, sampailah kepada penampil yang menjadi tajuk utama Jimba Jazz yaitu pianis David Benoit. Ia hadir dalam format piano trio pun serba putih, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Repertoarnya meliputi “Feelin’ It,” “Linus and Lucy,” “Beat Street” juga “Freedom at Midnight” yang boleh disebut sebagai nomor standar smooth jazz.
Jelang tengah malam, sekitar 1500-an penonton tetap memadati arena Jimba Jazz dan sabar menanti jagoan trumpet kebanggaan Bali yaitu Rio Sidik. Ia tidaklah tampil seorang diri melainkan membawa serta rekan-rekan musisi yang tergabung dalam Saharadja, grup multi-kultur dengan sajian musik yang atraktif. Violinis Helga hadir kembali, lancarkan gesekan biola khas Irlandia berpadu bebunyian tabla, sitar, didgeridoo pula semburan trumpet Rio, sekaligus melampirkan episode tari kecak! Suguhan eklektik Saharadja itu menutup gelaran Jimba Jazz 2013 bersamaan dengan turunnya hujan, tepat ketika seluruh pertunjukan berakhir.