NewsNgayogjazz

Dendang Idang di Pasar Legi Kotagede

Di depan panggung yang bernama Gaog bertempat di depan pasar Legi Kotagede Jogjakarta sudah tidak ada tempat untuk berdiri apalagi sekedar nglesot (duduk di lantai, dalam bahasa jawa) padahal jam masih menunjukkan pukul 21.00 yang menurut rundown keluarkan media centre Ngayogjazz berarti jadual main sang pianis jazz Idang Rasjidi masih 2 jam lebih (jadual pukul 23.15) lagi. Begitu Idang Rasjidi muncul, benar-benar pelataran di depan panggung penuh sesak sampai ke arah jalan raya Karanglo (menuju ke ring road selatan Jogjakarta).

Di atas panggung menemani sang pianis, musisi jazz kawakan dari jogja, “BJ” duduk di drum, Danny pembetot bass, Jay peniup saxophone yang genius dan sang “punya gawe” Djaduk Ferianto yang malam itu membawa seperangkat perkusi serta seruling dan seorang pemain kendang mas Kotjo, sebagai pelantun lagunya adalah sang “pitch control” Trie Utami.

Musik jazz memang dasarnya adalah musik yang “bebas” di mainkan oleh siapa saja dan dengan alat musik apa saja. Yang penting dan harus dilakukan adalah improvisasi dan tetap menjaga harmonisasi. Malam itu syarat-syarat sebagai musik jazz telah terpenuhi dan dilakukan dengan baik oleh Idang Rasjidi dan teman-teman. Apresiasi penonton sangat mengagumkan, mengikuti gerak irama yang dimainkan. Saling lempar melodi dilakukan oleh dua generasi (yang satu Idang) dan yang lainnya, generasi jauh di bawah Idang (Jay sang peniup saxofon). Improvisasi yang indah dan tentu saja akan sulit untuk di ulang persis sama kejadian malam itu karena dalam jazz harus spontan.

Penonton memberikan aplaus yang meriah setiap akhir lagu, apalagi ditimpali oleh guyonan kecil ala Djaduk Ferianto yang membuat segar di tengah udara yang gerah malam itu (mungkin “nggak jadi“ hujan sehingga ada konsentrasi awan yang membuat udara di bawah tidak leluasa menyebar) – perlu di catat bahwa sejak hari Senin Jogja selalu hujan pada malam hari tapi Sabtu malam itu cerah sampai acara usai dan penonton kembali ke rumah.

Seperti ketika ngobrol dengan Wartajazz.com, Idang berkata: “Saya akan bermain spontan dan mengalir saja”. Malam itu benar-benar terbukti, spontan karena tanpa berlatih seperti layaknya dilakukan oleh pemain band pada umumnya dan mengalir (ketika oleh Trie Utama salah satu penonton diminta untuk membuat melodi sederhana dan ternyata menjadi musik jazz yang luar biasa ditangan Idang Rasjidi dan para maestro jazz jogja tersebut. Semua penonton sampai termangu-mangu mendengarkannya dan terkagum-kagum melihatnya.

Tidak terasa jarum jam menunjukkan pukul 00.20 ketika ditengah alunan lagu Indonesia Pusaka yang dinyanyikan Tri Utami, Rieke Ruslan dan Djaduk Ferianto mengumumkan bahwa acara Ngayogjazz “terpaksa” diakhiri karena waktu. Tetapi “alunan” musik jazz tidak akan berakhir.

Satu lagi yang menunjukkan bahwa musik jazz malam itu adalah “bebas”, sejak acara dibuka sore hari beragam penonton hadir di sekitar panggung. Mulai dari yang kecil (anak-anak), muda, dewasa sampai tua, laki-laki perempuan, mereka yang faham sekali dengan jazz, mereka yang baru mengenal jazz sampai ada bapak2 yang baru kali ini mendengar kata-kata jazz, berkumpul menjadi satu untuk menyaksikan musik jazz dengan bebas (berdiri, duduk, mengambil foto, sambil makan dan berkegiatan lainnya).

Momen di depan Pasar Legi itu benar-benar mencerminkan “pasar” yang ramai, Sabtu pagi sampai sore hari masih terjadi transaksi seperti biasa di pasar tradisional tersebut meski bersamaan sejak pagi pemasangan panggung dan penataan alat-alat musik juga dilakukan. Malam hari keramaian sebagai “pasar” juga terjadi oleh musik jazz, sampai esok pagi ketika Pasar Legi kembali berkegiatan dengan sisa-sisa embun yang terjadi malam sebelumnya……..embun jazz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker