News

“Cincin Api” Djaduk, Budjana dan Slamet hangatkan dinginnya Jazz Gunung 2012

Liputan Jazz Gunung 2012 Hari Pertama, Bromo, 6 Juli.

Untuk keempat kalinya sejak edisi perdana tahun 2009, Jazz Gunung hadir kembali meramaikan geliat festival jazz di tanah air. Bahkan, Jazz Gunung adalah event jazz tertinggi di Indonesia tak lain karena lokasi pertunjukan yang bertempat di ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut – Gunung Bromo. Seperti tahun-tahun sebelumnya, acara ini digelar pada panggung terbuka Java Banana yang menyatu dengan alam, berlatar keindahan lereng Gunung Bromo berikut barisan pohon cemara, gumpalan kabut dan semilir angin sejuk.

Tanda-tanda dimulainya pertunjukan terasa selepas pukul dua siang lewat bunyi-bunyian musik tradisi setempat iringi penonton menuju pintu masuk. Penampil pertama adalah grup lokal Gita Taruna Probolinggo bawakan semangat jazz etnik yang telah menjadi ciri khas Jazz Gunung. Mereka tampil memadukan instrumen tradisional seperti kendang dan bonang dengan alat musik modern; saksofon, kibor, drum set, juga bas elektrik. Tampak pula sepasang biduan nyanyikan lagu-lagu dalam bahasa Madura, salah satunya adalah nomor tradisional “Tanduk Majeng.”

Sebelum menuju pengisi acara selanjutnya, lebih dahulu adalah pembukaan Jazz Gunung 2012 oleh salah satu penggagasnya, Sigit Pramono pula kata sambutan dari perwakilan Bupati Probolinggo. Bersamaan dengan itu pula, diresmikan patung perunggu karya perupa Dolorosa Sinaga. Terbuat dari perunggu, berwujud pria dewasa dalam pakaian khas Tengger memainkan saksofon. Tentang patung tersebut, Djaduk Ferianto berujar, “Orang yang digambarkan pada monumen itu sakti, coba lihat saja, dia bisa main saksofon yang tidak ada klepnya,” candanya.

Peresmian Monumen Jazz Gunung
Peresmian Monumen Jazz Gunung
Muchi Choir - Jazz Gunung 2012
Muchi Choir – Jazz Gunung 2012

Secara simbolis, dilepaskan pula puluhan balon aneka warna dalam satu ikatan sebagai penanda dibukanya Jazz Gunung. Namun tak seperti yang diharapkan, seikat balon itu malah tersangkut di salah satu pohon dan tidak jadi mengarungi angkasa. Tak jadi soal besar, karena berikutnya adalah sajian kelompok vokal perwakilan Yogyakarta yang menamakan diri Muchi Choir. Lagu dolanan “Menthok-Menthok,” tembang dalam negeri “Payung Fantasi,” serta beberapa nomor swing ditampilkan secara atraktif pula menghibur.

Waktu menunjukkan pukul lima sore, tetapi dinginnya udara Bromo sudah membuat beberapa audiens menggigil. Aksi berikutnya adalah kolaborasi antara Djaduk, Dewa Budjana, dan seniman eksentrik yang dikenal atas kreasi wayang suket, Slamet Gundono. Di bawah bendera Ring of Fire Project, ketiganya bersama sejumlah musisi pendukung berhasil hangatkan suasana lewat interaksi musikal spontan juga empatik.

Ring of Fire Project - Jazz Gunung 2012
Ring of Fire Project – Jazz Gunung 2012

Dalam “Soindep,” Slamet hadirkan tradisi sintren sembari nembang blues pula scat singing menurut gayanya sendiri, ditimpali Djaduk yang turut ambil bagian lewat nyanyian, perkusi, dan seruling bambu. Tak hanya itu, petikan gitar Budjana melebur dengan ketukan kendang serta hembus saksofon. Penampilan mereka begitu inspirasional, berlanjut komposisi Budjana “On the Way Home” kemudian ditutup oleh arahan Djaduk mengajak audiens lagukan bersama “Indonesia Pusaka.”

Para penonton lalu dimanjakan oleh suara sensual Iga Mawarni, ia bisikan nada-nada mesra yang menjadi andalan di setiap penampilan. Malam itu, Iga suguhkan alunan bluesy atas “Ambilkan Bulan” milik A.T. Mahmud, serta lagu jagoan “Andai Saja” dan “Kasmaran” yang bikin audiens tak mau beranjak.

Iga Mawarni - Jazz Gunung 2012
Iga Mawarni – Jazz Gunung 2012

Sebagai penutup hari pertama adalah musisi jazz senior Benny Likumahuwa bersama puteranya, basis Barry Likumahuwa dalam konsep Like Father Like Son. Berformat septet, Benny hadirkan beberapa nomor jazz standar, komposisi buatan sendiri dan turut bawakan “Kapanya” sembari memainkan tifa, alat musik khas Maluku yang iramanya mirip dengan funk. Seperti biasa, Benny tampil piawai memainkan trombon dan flute, instrumen jagoannya.

Like Father Like Son - Jazz Gunung 2012
Like Father Like Son – Jazz Gunung 2012

Patut dicatat juga adalah peran MC yang memandu jalannya acara dengan menarik, penuh candaan segar yang kerap buat hadirin terpingkal. Cocok untuk hangatkan suasana yang diselimuti angin dingin gunung Bromo. Nantikan laporan selanjutnya, hari kedua Jazz Gunung 2012.

 

Thomas Y. Anggoro

Lulusan ISI Yogyakarta. Telah meliput festival di berbagai tempat di Indonesia dan Malaysia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker