FestivalJava Jazz FestivalNews

Java Jazz Festival 2015: Distarter Perlahan Tapi Pasti

Foto oleh Akbar/WartaJazz
Foto oleh Akbar/WartaJazz

Jumat malam (06/03/’15) distarter perlahan untuk mesin festival yang sudah tembus 11 tahun odometernya. Buat yang tak pernah absen di hajatan tahunan Java Jazz Festival (JJF), JJF 2015 harusnya bisa lebih dinikmati dengan tidak pakai model nonton duduk sebentar lalu bangkit lagi ke panggung lain. Hanya saja namanya festival, tidak semua live bisa bertemu ekspektasi, sekenal apapun kita dengan rekam jejak artisnya. Godaan mengintip riang calypso, alat “langka” steel pan, serta permainan EWI (saks-sintetik) grup Courtney Pine, lalu gabung ke crowd Snarky Puppy yang dijamu tema soul beda dari kedatangan tahun lalu, adalah salah satu kegiatan pindah-pindah yang tentu saja masih sah.

Sisi penasaran menempatkan Anthony Jackson di urutan atas pembuka malam. Sebagai instrumen moderen, gitar-bas kontra selalu dinisbatkan pada nama Jackson yang menggabungkan petikan jari maupun pick halnya gabungan kata gitar dan bas. Fodera enam senar–sering kita lihat dimainkan juga oleh Indro Hardjodikoro–seolah menemukan pemiliknya kembali dalam permainan yang tak dipagari idiom bas sebagai kelompok alat peritme. Namun, Jackson tetap membumi sebagai komplemen Wayne Krantz yang jadi tajuk. Profil gitaris yang lekat dengan suara reverberasi strats dan jurus petikan perkusif itu mirip dengan Trey Anastasio, menyugesti potongan groove jam band; dan itu menular kuat seperti pada pilihan “Black Swan”, “Comprachicos”, dan hit rap MC Hammer “U Can’t Touch This”, seluruhnya dari album “Good Piranha/Bad Piranha” (Abstract Logix, 2014).

Khusus penikmat lekuk seksi harmonika, di jam-jam berikutnya ada Grégoire Maret setelah pilihan Hendrik Meurkens di sore hari. Ia memilih nomer dari album pertama “Scenarios” maupun album self-titled terakhirnya. Permainan laid-back James Genus (bas) iringi tetabuhan tangan kosong Jeff “Tain” Watts pada set drum untuk “The Man I Love”. Watts kembali berhadap-hadapan dengan Maret pada penutup “Manhã Du Sol”.

Festival internasional menjadikan penonton cenderung mengejar artis asing. Akan tetapi, selalu ada debut atau proyek segar jazzer lokal bagi dahaga keingintahuan publik jazz tanah air. Pada jam yang mepet-mepet usai panggung Maret tadi ada formasi baru simakDialog yang kini pilih juga nomer standar seperti “My Favorite Things”, masih dengan kendang Sunda, lalu Dewa Budjana yang baru beberapa hari meluncurkan “Hasta Karma”, mengekor ketat “Surya Namaskar” dan “Joged Kahyangan”.

Pemenang jumlah penonton tentu saja panggung Sheila on 7, porsi non-jazz hari pertama. Seperti biasa usaha menyelaraskan tema JJF adalah dengan menggandeng big band Ron King–kendati tak lantas perlu buat yang sudah maklum skema festival. Nomer “Dan” yang meluncur manis (mungkin juga sudah jadi lagu tes umur?) sebenarnya pernah bergema di panggung JJF lampau secara instrumental oleh gitaris Tohpati. Panggung penutup hari-ganti tanggal itu adalah area all-access, siapa tahu nanti minat ID khusus masuk jazz. Mesin baru dipanaskan, puncak keramaian biasanya baru Sabtu malam, kesan utama malam itu adalah semua mulai tepat waktu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker