Profile

IDANG RASJIDI : SOSOK MUSISI YANG MENGGABUNGKAN PIANO, PENTAS JAZZ, DAN JIWA ENTERTAINER

Idang Rasjidi saat tampil di Jazz in Harmony, Santika
Idang Rasjidi saat tampil di Jazz in Harmony, Santika

Pentas jazz, denting bilah piano, dan jiwa entertainer. Jika kita mencari siapa musisi Indonesia yang dapat memenuhi ketiga kata kunci diatas, tentu kata mufakat akan dicapai pada sosok tambun bernama Idang Rasjidi.

Pria kelahiran 26 April 1958 silam di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka ini memang besar di pentas jazz, baik lokal maupun internasional. Awal karir Idang muda bermain musik dibuka ketika ia berkenalan dengan Abadi Soesman yang mengajaknya bergabung di sebuah acara paket anak-anak di TVRI. Kala itu ia tidak bermain piano, tapi sebagai pemain bass. Kemudian Idang dipercaya untuk mengisi keyboard di kelompok musik Abadi Soesman Band. Sejak itulah nama Idang Rasjidi mulai dikenal sebagi seorang pianis yang memiliki warna jazz.

Kemahirannya bermain piano memang unik. Idang dapat memainkan paino sebagai suara satu dan dengan vokalnya sendiri sebagi suara dua menirukan suara dari berbagai alat musik. Bunyi trumpet, trombone dan perkusi kerap ia senandungkan mengimbangi kelincahan jemarinya bermain di atas bilah piano. Jurus yang kerap menjadi senjata pamungkasnya itu dipelajari secara otodidak. Dasar piano memang didapat dari Ny.Kardana, guru pianonya yang pertama. Sedangkan pengembangannya ia dapat dengan belajar sendiri. Musik jazz menarik perhatiannya karena keterpengaruhannya dari lingkungan keluarga. Orang tua Idang sering memutar piringan hitam musik jazz. Alunan jazz beragam era menempel kuat pada ingatan Idang kecil, meski pada awalnya ia merasa dicekoki. Peran orang tua itu juga yang kini diterapkan Idang mendidik anak-anaknya bermusik. Terbukti, beberapa putranya telah mencoba membentuk sebuah band jazz dengan susupan aroma funk dan rap dalam aransemennya.

Kembali pada kelihaian Idang berpiano, wawasan bermusik dan entertainment Idang muda semakin terasah takala ia berinteraksi dengan seniornya. Bersama Ireng dan Kiboud Maulana, Idang bergabung dalam wadah Ireng Maulana Associate yang juga menyertakan saxoponist Udin Syah. Lalu Idang juga banyak menimba pengalaman bersama Maryono (saxophone), Benny Mustapha (drum), Oele Pattisellano (gitar), Benny Likumahuwa (Trombone), Dullah Suweileh (perkusi), Jeffry Tahalele (bass) ketika mereka membentuk band pentas bernama The Galatic. Selain bersama para senior, Idang juga bermusik dengan rekan-rekan musisi seangkatannya. Bersama Indra Lesmana (Piano), ia membentuk Indra Lesmana – Idang Rasjidi Reformation Jazz. Kemudian bersama Chandra Darusman (piano), Jopie Item dan Hari Subardja (keduanya pada gitar), Uce Hariono (drum), Tito Sumarsono (bass), Idang terlibat dalam rekaman Tika Bisono dan Denny Hatami (Vokalis Pahama Grup).

Perjalanan karis bermusik Idang Rasjidi tidak berhenti disana. Akan masih panjang urutan bila ingin mencatat semua band pentas yang telah dibentuknya. Namun entah mengapa tidak banyak yang terdokumentasi dalam bentuk rekaman. Sebut saja The Djakarta All Star sebagai contoh. The Djakarta All Star yang terdiri dari enam musisi jazz Indonesia dipimpin oleh Kiboud Maulana ini dibentuk untuk mengembangkan kekayaan budaya musik Indonesia dalam suatu bentuk alunan jazz yang unik. Keunikan tersebut dapat disimak pada komposisi mereka yang berinterprestasi funk dengan beranjak dari fusi musik bercirikan Indonesia. Satu gagasan yang ideal. Anggota grup lainnya terdiri dari Idang sendiri pada keyboards, Embong Rahardjo (saxophone), Cendy Luntungan (drum), Jeffry, dan Adjie Rao (perkusionist asal Bandung). Sejatinya, jam terbang grup ini sudah sangat tinggi, Banyak pentas internasional sudah mereka singgahi. Sedikitnya The Djakarta All Star telah empat kali tampil di arena North Sea Jazz Festival, Belanda. Namun disayangkan, album pertama yang sudah disiapkan sejak tahun 1993 sampai kini tidak juga rampung. Pengalaman yang sama juga terjadi pada Trigonia. Grup latin fusion jazz ini dibentuk Idang bersama Cendy dan Yance Manusama (bass. pada satu waktu perjalanan grup ini posisi bass juga pernah diisi oleh Bintang Indrianto). Trio ini tidak kalah saktinya dengan The Djakarta All Star dalam mengumpulkan massa. Mereka juga telah beberapa kali melala ke North Sea dan bahkan pernah melakukan konser tunggal di Malaysia. Komposisi-komposisi original Trigonia sudah kadung akrab di telinga penikmat jazz. Kembali disayangkan aksi mereka itu tidak berhasil terdokumentasi sampai hari ini.

Penikmat musik jazz dan penggemar Idang Rasjidi dapat menikmati kelincahan permainan piano dan komposisi ciptaanya dalam beberapa album rekaman misalnya saja solo album Idang Rasjidi yang berjudul Heaven and Earth, yang pernah dirilis di tahun 1996an. Namun peredarannya sangat terbatas pada kalangan tertentu saja.

Selain rekaman itu, pengemar umum harus puas menyimak permainan Idang ketika ia membantu album musisi lain. Sebut saja di album Tika Bisono dan Denny Hatami tadi, dimana Idang R. mengisi keyboards di tujuh lagu. Lalu nama Idang Rasjidi juga dapat ditemui pada album-album yang diproduseri oleh bassist Bintang Indrianto. Tengok saja. Solo piano pada album Jazzy Bass; accoustic piano, scat voices, dan upright bass (dengan menggunakan keyboard tentunya) di album Jazzy Duet; dan keseluruhan keyboards serta piano di album Jazzy Christmas Margie Segers.

Kerja sama ini berlanjut dengan pembuatan album Idang yang bertitle Jazzy Piano.

Tak hanya itu, bersama pengusaha Sugeng Sarjadi ia bahkan merilis album Jazzy Ramadhan Sound of Belief bersama Arief Setiadi, Joel Achmad, Netta KD, Mates, Gerry Herb, Hendry Lamiri, Rayendra Sunito, Didiet Maruto, Rizky Aditya, Sa’at, Dian HP dan Pramono.

Baca: THE SOUND OF BELIEF : CARA MUSISI JAZZ MENYAMBUT RAMADHAN 1425 H

Pentas Jazz dan piano sudah menjadi sebagian dari sosok Idang Rasjidi. Bahkan merupakan bahagian terbesar jika kita hanya melihat dari sisi bagian bermusik. Tapi dua hal itu belumlah lengkap tanpa menyertakan kemampuannya sebagai seorang entertainer. Seperti halnya Bill Saragih, kemampuan Idang Rasjidi menghibur dan mebawa emosi penonton layak mendapat acungan dua jempol. Ketika ia memainkan musiknya, scat dan voices menirukan berbagai bunyi instrumen tidak pernah lewat menjala applaus penonton. Ketika musik sedang break, Idang pun rajin menyapa dan mendekatkan dirinya pada penonton. Motonya bermusik selalu ia terapkan: “My music is myself and myself is the way I play music.”. Sejatinya, kekonsistenan Idang menerapkan faktor ketiga ini membuat namanya memiliki reputasi berkelas internasional.

Ditulis pertama kali  Feb 14, 2004.
Pembaharuan 28 Juli 2012
Update terakhir 29 Juni 2019, penambahan konten Agus Setiawan Basuni

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker